Selasa, 19 Juli 2011

Gemerlap Kampus


Perubahan-perubahan bangsa  lahir dari tempat pendidikan yang bernama kampus. Dan yang menjadi pengerak adalah penghuninya: mahasiswa. Segala bentuk aktivitas mahasiswa selalu dilakukan dalam kampus. Telah  banyak kreatifitas yang lahir dari mahasiswa baik dinamika ide dan praksis perubahan yang mereka apresiasikan di dalam kampus maupun bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dari kampus lahir tokoh-tokoh pemimpin bangsa dengan ide-ide cemerlang yang selalu mempengaruhi dalam  pembangunan bangsa. Ki Hajar Dewantara, Dr. Soetomo, Soekarno, Hatta, Syahrir adalah pejuang-pejuang sekaligus peletak berbagai ide tentang ke-Indonesiaan masa depan. Kampus bahkan telah banyak melahirkan tokoh pejuang muda dengan berbagai ide cemerlang; Arif Rahman Hakim, Soe Hok Gie, dan Ahmad Wahid adalah pejuang muda yang tak sempat merasakan buah perjuangan. Kampus bagi mereka adalah locus, wadah untuk mengembleng dan menguji ide-ide orisinil tentang kebangsaan maupun kerakyatan demi perubahan bangsa.

Semua itu lahir dari kebebasan yang dimiliki kampus dengan wacana-wacana intelektual yang dinamis dan mengalir dalam setiap detak kehidupan akademik. Dinamika pemikiran yang begitu harmonis dalam irama yang konsisten menjadikan kampus sebagai corong dalam penyikapan terhadap berbagai persoalan.  Gelora kebebasan ada didalamnya, sehigga semangat egalitarian tertanam disetiap Ekpresi orang-orang yang ada didalamnya. Dan ini yang membentuk dinamika pemikiran dan apresiasi dalam segala hal. Sehingga tecipta ruang kebebasan dalam berdinamika untuk selalu mengaggas perubahan dan perjuangan terhadap penindasan. dari kebebasan yang selalu dikumandangkan, mencul gejala-gejala yang mempengaruhi pola pikir mereka, sehingga membentuk komunitas-komunitas yang memiliki kesamaan prilaku. Ada sekelompok mahasiswa dengan kesamaan minat pada bidang tertentu lantas bergabung dalam organisasi intra kampus dan atau ekstra kampus.

Akan tetapi apabila kebasan tidak menjikan karekteristik terbentuk dan dialektika ide menjadi berkembang ini akan menjadi masalah terhadap pemaknaan kebebasan yang ada.Dan ini yang sedang melanda kampus-kampus yang ada di bangsa kita dan menjadi luntur nilai perjuangan yang seharusnya diperjuangkan. Ini terbukti ada juga yang salah mengartikan keebasan yang ada yakni berprilaku tidak selayaknya mahasiswa. Sehingga terbentuk karakteristik dan membentuk kelompok-kelompok yang membenarkan prilakunta atas nama kebebsan. Yakni ada mahasiswa yang dalam jadwal hariannya hanya kuliah - kost-kostan tanpa aktifitas tambahan yang lebih berarti. Bahkan, ini tipe paling parah, mahasiswa yang “agenda” utama hariannya adalah mejeng di siang hari dan dugem di malam hari, sedangkan kuliah hanya sampingan/selingan sambil “sosialisasi” atau cari gosip baru. Sehinga warna-warni dunia kampus membentuk spektrum kehidupan layaknya pelangi dengan komposisi warna mulai dari yang paling gelap sampai pada yang paling terang.

Dan kampus  semakin menjadi “gemerlapan”  prilaku mahasiswa di kampus. Gemerlapan disini dalam arti ada pergeseran prilaku yang dialami mahasiswa sebagai agen perubahan dan agen moralitas. Menjadi individualis, egois, cuek terhadap lingkungan, hedonis, konsumeris, dan tak lagi rasional. Kecenderungan ini mengarahkan mahasiswa berlawanan arah, kontra-produktif dengan idealismenya sendiri yang selalu menolak proses kapitalisasi kehidupan. yang selalu menjadikan sesuatu untuk komoditas.  Maka beragam gaya hidup, mode
mahasiswa untuk eksitensinya diruang publik bukan pada kemampuan yang dimilikinya.akan tetapi hal-hal yang sifatnya simbolis dan artificial yakni mode, gaya hidu, dan prilaku hedon. Seperti discotik yang digunakan untuk dugem (dunia gemerlapan ). Dan semuanya tidak terlepas derasnya arus modernitas yang melanda bangsa.
     
Kampus yang seharusnya menjadi tempat diskursus-diskursus ide untuk  perubahan telah bergeser menjadi dunia mode dan gaya hidup.  Tiap hari kita jumpai dalam kampus-kampus ketika mahasiswa mau ke kampus rela merogoh kantong dalam-dalam untuk mempercantik diri ke salon-salon, membeli pakaian-pakaian yang lagi ngetren, pemutih kulit, sun block, bahkan menyiapkan bahan-bahan gosip dari majalah-majalah. Perilaku seperti ini bukan hanya cewek yang melakukan dan rutin, tapi secara ironis cowok juga berprilaku “ke-cewek-an”. Maka tubuh yang berangkat ke kampus adalah tubuh yang tak lagi  alami lagi, telah berbaur dengan beragam zat kimia, terjamah tangan kasar modernitas. 

Naïfnya, beberapa  televise kebanyakan mengambarkan tentang aktifitas dunia kampus, lebih banyak menguak perilaku-perilaku yang tidak layak disebut sebagai cerminan orang berpendidikan di kampus. Tetapi hedonisme yang terlihat dengan apa yang mereka peragakan di klub-klub diskotik. Dugem sebuatnya dimana erotisme diperlihatkan dan tubuh-tubuh sensual dipertontonkan, dan pasti didampingi dengan minuman yang memabukakan sehingga mereka lupa apa yang harus dikerjakan untuk besoknya. Ini sangat berperan sekali,
bahwa media televisi sangat berpengaruh dalam peran pergeseran budaya manusia (Capra;2004 ).  Dan jarang sekali aktifitas seharusnya kampus dicitrakan misalnya dinamika ide, pembebasan rakyat. Belum lagi kalau kita melihat di kampus-kampus  bagaimana pola prilaku mereka, tanpa disadari kita telah melihat talk walk berpindah dan tak mengenal tempat. Berkeliaran busana-busana mewah yang lagi digemari kalangan mahasiswa. Dan tidak sedikit dari situ selalu mengkoleksi busana busana yang lagi ngetren.

Padahal apa yang dilakuakn adalah tidak mencerminkan sejatinya penghuni kampus. Mereka hanya manjadi “pencandu” gaya hidup yang tak sarat nilai. Dan menjadi konsumeristik yang selalu memuaskan keinginan-keinginannya demi mendapat pengakuan dari komunitasnya. Ketika salau satu individu di antaranya tidak mampu mengimbangi akhirnya mereka keluar dari komunitasnya dan diasingkan. Karena tidak memenuhi “syarat-syarat” untuk masuk dalam komunitas yang bergaya hidup tertentu. Yang selalu menonjolkan citra-citra material dari dirinya.

Dalam pola prilaku mahasiswa penghuni kampus tidak selayaknya harus terjadi karena bisa menurunkan citra kampus sebenarnya dan ini yang membuat semakin surutnya pejuangan-perjuangan kemanusianaan yang dilakukan. Dikarenakan mereka disibukkan untuk mempercantik diri dan terbius oleh prilaku yang mengadung unsur kesenangan sesaat.  Kampus menjadi “gemerlap” dan “menidurkan” mahasiswa sehingga mereka hanya memilki sikap bagai mana mendapatkan uang yang tidak dari mana saja, bahkan ada yang rela menjual  tubuhnya. Di karenakan Konsumerisme sudah mendarah daging dan harus dipenuhi setiap hari demi gaya hipup yang mereka tawarkan dalam berkomunitas. Dan kini mahasiswa sebagai penghuni kampus menjadi kehilangan idealisme dan identitas sebagai sejatinya  mahasiswa.

Dari itu semua kita merefleksikan kembali makna kampus yang sebenarnya. Dan idelisme tetap kita junjung tinggi dalam berdinamika di bangsa. Agar bangsa bisa keluar dari krisis-krisis yang telah melanda terutama krisis moral. Kalau ini tidak cepat-cepat disadari maka generasi penerus bangsa akan kehilangan sikap akan kondisi bangsa. Dan terus menerus harus melakukan pembenahan diri agar kualitas diri menampakan wujudnya dalam prilaku di keseharian. Dan lahirlah generasi penerus bangsa yangh cerdas dan mampu memberi sumbangsi pada perubahan bangsa.

Tidak ada komentar: