Oleh: Denny Mizhar*
Jejaring sosial tanpa batas memberikan jalan penulis-penulis mampu
melompat jauh dari poisisi teretorialnya. Dengan begitu muncul pula
komunitas-komunitas yang menamakan dirinya komunitas sastra ataupun
individu-individu yang menyatakan dirinya penulis atau sastrawan. Hal tersebut juga mempengaruhi dinamika
sastra di Malang sehingga dialektika sastra di Malang kian hari kian dinamis yang
sempat mengalami keheningan di riuhnya kesusastraan Jawa Timur, Indonesia
ataupun Internasional. Dunia cyber
memberi andil besar atas kembali riuhnya sastra di Malang. Dan keheningan itu mulai pecah, pesta kesusastraan
digelar dan dirayakan lewat jejaring sosial.
Merespon dinamika sastra Cyber maka muncullah salah satu komunitas
sastra yang menamakan dirinya Pelangi Sastra Malang. Selain itu berangkat dari
kegelisahan para pelaku atau pekerja sastra atas redupnya panggung-panggung
sastra di Malang selain itu adanya keterputusan dari genersi-generasi
pendahulunya. Penyair Ragil Supriyatno Samit mengajak beberapa penulis
melakukan pembacaan atas karya Wahyu Prasetya salah satu penyair yang lahir di
Malang dan sudah memiliki nama di kanca kesusastraan Indonesia. Dari situlah
Pelangi Sastra Malang hadir dan mengisi ruang-ruang kosong dialektika sastra,
pesta sastra di Malang yang dimulai pada bulan Juni tahun 2010.
Beragam kegiatan telah digelar oleh Pelangi Sastra Malang dari
pembacaan puisi, pembacaan prosa, diskusi buku sastra dan diskusi pemikiran
sastra yang bekerja sama dengan komunitas-komunitas di Malang. Meski memiliki
umur masih dua tahun pada bulan Juni 2012, keberadaan Pelangi Sastra Malang
menurut beberapa sastrawan memberikan andil terhadap pertemuan-pertemuan
sastrawan muda dan pendahulunya. Seperti yang di ungkapkan oleh Tengsoe
Tjahjono dalam perayaan ulang tahun ke dua Pelangi Sastra Malang yang digelar
pada tanggal 14 Juli 2012 di Art Rock cafe “Bahwa atmosfer sastra di Malang
sangat dipengaruhi oleh keberadaan Pelangi Sastra Malang” selain itu penyair
dengan buku puisinya yang pernah Launching di acara Pelangi Sastra Malang
memberikan kritik “Pelangi Sastra Malang tidak hanya sekedar melakukan
kerja-kerja OE (Even Organizer) saja tetapi harus dilanjutkan dengan
keberkaryaan sehingga bisa merumuskan capain estetika”. Setelah memberikan
testimoni beliau melanjutkan membacakan puisi karya Chairil Anwar “AKU”, Karya
Nanang Suryadi “Aku Datang Juga Cril” dan beberapa puisi karyanya sendiri.
Penyair Nanang Suryadi juga memberikan pendapat “Pelangi Sastra Malang
memberikan kontribusi pertemuan-pertemuan komunitas Sastra di Malang sehingga
dapat saling bertemu dan belajar. Maka pertemuan-pertemuan itu harus terus
dikembangkan”. Salah satu Penyair Cyber ini sehabis berpendapat tentang keberadaan
Pelangi Sastra Malang melanjutkan membaca puisi-puisi pendek karya Badri dari
Bandung teman di Twitternya dan selanjutnya membacakan beberapa puisinya dari
buku puisi karyanya “Cinta, Rindu dan Orang-orang yang Menyimpan Api dalam
Kepalanya”.
Pada kesempatan selanjutnya Yusri Fajar penulis kumpulan cerpen “Surat
dari Praha” memberikan peryataan “Prulalitas Pelangi Sastra Malang yang
menarik, adanya persinggungan dengan musisi, berbagai komunitas yang datang
ketika acara-acaranya digelar di tengah situasi yang berkemabang tetap dinamis.
Pelangi Sastra Malang tetap konsisten di tengah hedonisme yang kerap sekali
beroposisi dengan sastra”. Sehabis memberikan pendapat atas keberadaan Pelangi
Sastra Malang, beliaupun memberikan pendapat atas karya-karya sastrawan Malang
“Isu lingkungan sangan menarik, misalnya saja karya alm. Ratna Indraswari
Ibarahin yang berjudul Lemah Tanjung. Novel yang mengkritik persoalan
lingkungan di Malang dan nyata kondisi saat ini Malang sering banjir karena
persoalan Lingkungan tidak diperhatikan. Selain itu, puisi-puisi Nanang Suryadi
juga banyak mengunakan metafor-metafor alam seperti dalam judul Tiba-tiba Aku
Teringat Jakarta” dan Yusri Fajar melanjutkan membaca Puisi dari Karya Nanang
Suryadi yang telah di bahasnya dilanjutkan membaca puisi Karya Ragil Supriyatno
Samid yang paling beliau sukai yakni berjudul “Di Kahayan” untuk yang terakhir
beliau membaca karyanya sendiri.
Selepas testimoni dari tiga sastrawan (Tengsoe, Nanang Suryadi dan
Tengsoe Tjahjono) acara seremonial ulang tahun ke dua Pelangi Sastra Malang
dengan memotong tumpeng. Pemotongan tumpeng dilakukan oleh Penyair Ragil
Supriyatno Samid dan potongan tumpeng tersebut diberikan pada Arie Triaangga
Sari dengan mengatakan “Saya berikan
pada penerus-penerus pegiat sastra, sehingga regenerasi terus terjaga”
begitulah pendapatnya di Acara Pelangi Sastra Malang [On Stage] #21 “Words War
V: Perang Kata dalam Puisi” dan dua tahun Pelangi Sastra Malang. Acara yang di awali dengan penampilan dari kelompok
musik “Dodo Erok” dan pembacaan dongeng dari Komunitas Dongeng Nusantara.
Ucapan-ucapan selamat untuk Pelangi Sastra Malang dan pesta puisi
meriah di Art Rock Cafe dengan pemilik yang juga seniman musik juga memberi
selamat dan memberikan testimoni “Semoga
Pelangi Sastra Malang tidak hanya membuat event tapi juga berkarya”. Adapun
komunitas-komunitas yang hadir di antaranya: UKM Penulis UM, Komunitas Seni
Ranggawarsita, Komintas Sastra Titik Unmer, LKP2M UIN, Komunitas Sastra Tinta
Langit, Lingkar Sastra Unisma, Komunitas Sastra Ilalang Indonesia, Pegiat
Warung Baca Ratna, Komunitas Dongeng Nusantara. Selain komunitas juga
individu-individu yang bersinggungan dengan dunia sastra ataupun penulis di
antaranya: Ibu Mundi Rahayu, Pak Sabar, Cacing Anil, Polo, Hasan, Rara dan lain
sebagainya. Selain puisi gesekan biola dari Ugik Arbanat menemani puisi-puisi
dibacakan, juga tembang-tembang dari kelompok musik SWARA (Antok Yunus dan Abia
Kana) juga melantun dengan menyanyikan dua buah lagu dari Album Ketiga yang
sedang diproses rekamannya.
Acarapun dipungkasi dengan pembacaan puisi oleh penyair yang baru saja
menerbitkan buku puisinya yang berjudul “Avontur” yakni Ragil Supriyano Samid
dan ditutup dengan makan-makan bersama. Sebuah pesta puisi dan perayaan dua
tahun Pelangi Sastra Malang yang meninggalkan sisa pertanyaan akan kesusastraan
di Malang dan menjadikan PR bersama bagi sastrawan dan pegiat sastra ataupun
komunitas sastra di Malang. Sehingga sastra di Malang tetap dinamis dengan
karya-karyanya, dengan pembaca-pembacanya, dengan pengkritik-pengkritiknya
dengan pesta-pestanya.
*Koordinator
Pelangi Sastra Malang dan Anggota Teater Sampar Malang Indonesia juga pengajar
di SMK Muhammadiyah Dua Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar