Pada garam yang tersebar di pantaimu aku memunguti satu-persatu. Tanahmu tak lagi bisa membekukan asin di tanganku. Membuat jejak kakiku tertinggal di perjalanan ke rumahmu.
Masihkah kau ingat waktu itu. Aku menari malambai memanggil namamu. Dari kejauhan. Ketika kau hendak mengubur jejakku di pantaimu.
Langit menghitam angin kencang. Meniupmu ke tepi laut yang tak asin lagi. Sebab, rasa asinnya. Telah aku telan semuanya. Tak ada lambaian tanganmu, karna kau sibuk mengubur jejakku dengan air laut yang kau ambil dari dasarnya.
Sudahkah kau tahu, di mana letak jejak terakhirku?
Langit menghitam angin kencang. Meniupmu ke tepi laut yang tak asin lagi. Sebab, rasa asinnya. Telah aku telan semuanya. Tak ada lambaian tanganmu, karna kau sibuk mengubur jejakku dengan air laut yang kau ambil dari dasarnya.
Sudahkah kau tahu, di mana letak jejak terakhirku?
Kau masih sibuk mencarinya. Bersamaan dengan petir, kau ambil dan hujan menderu. Kau tertawa tak pernah kembali. Sehabis kau menuliskan pesan di pasir tentang jejak terakhirku.
Aku mengunyah asin garam laut dari pantaimu.
Malang, 2009
Malang, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar