Sabtu, 17 Juli 2010

Metamoforsis Sepatu Lubang

Farfa mulai berlatih menari sebelum teman-temannya datang. Diputarnya musik dari ciptaan Mozart. Lincah kaki digerakkan, gemulai tangan dimainkan, menjaga keseimbangan tubuh dan membentuk gerakan-gerakan indah. Gadis-gadis seusianya mulai berdatangan, ada yang bersama orang tuanya, banyak diantar oleh pembantunya; orang yang dijadikan robot olehnya; bekerja sesuai perintah.

Tiba-tiba Farfa terjatuh, tetapi temannya yang menjatuhkan menuduh sebaliknya. Beradu mulut. Semua melihat. Tak ada yang membela. Sepatu lubang Farfa menjadi bahan tertawaan. “Hai, sepatu sudah tidak utuh masih saja kamu pakai. Itu yang membuat kau terpeleset dan jatuhmu menimpaku.” Begitu juga yang lain, semua menghina dan tak ada cela membela.

Farfa keluar dari tempat latihan menari. Berniat menjual sepatuhnya. Sampailah pada tukang sepatu yang menerima sepatu bekas untuk dibeli. Harganya tak mahal, kalau dibuat makan mungkin hanya bisa dua hari jika kebiasaan makannya dua kali sehari dipertahankan. Atau mungkin empat hari jika ingin mempertahankan dirinya serupa saat orang tuanya tak dapat penghasilan, yakni hanya sekali sehari.

Farfa pulang melewati pasar. Tepat di depan pasar ada seorang penjual pisau. Dia menawarkan pisau dengan harga tidak lebih dan tidak kurang dari uang yang diperoleh Farfa dengan menjual sepatunya. Farfa tanpa berfikir panjang, langsung menerima tawaran penjual pisau.

Entah angin apa yang membisiki. Farfa berhenti sedikit lama, berdiri memandang pisaunya. Farfa membalik langkahnya, berjalan dengan cepat. Farfa kembali ke tempat latihan menari. Tempat latihan yang diperolehnya tanpa membayar seperserpun karena kepandaiannya menari. Hanya saja ketika ada perlombaan Farfa harus ikut dan ketika memperoleh juara hadiah yang diperoleh menjadi hak tempat latihan menari.

Kini masuk dan ikut menari lagi. Farfa tahu betul ketika separuh jam latihan para pendamping berada diluar. Iringan Mozart dengan tempo cepat mendorong lompatan dan gerakan tangan Farfa mengikuti dengan cepat. Melahirkan teriakan dan tarian berdarah. Farfa menusuk bergantian teman-temannya yang menghina tadi. Semua memegang bekas tusukan, bercak darah di lantai tergaris dalam ruang tari. Farfa tertawa. Memejamkan mata saat sayatan pisau juga membelah urat nadi tangannya.

Malang, Januari 2010

http://www.sastra-indonesia.com/2010/03/metamoforsis-sepatu-lubang/

Tidak ada komentar: